Masya Allah. Kemaren 2 hari yg lalu ada musibah. Bukan disini ditempatku tapi di Jakarta. Tepatnya di desa cirendeu Tangerang.. sebuah danau buatan (situ) yg bernama gintung meluap.. ya tentu karena cuaca yg terus menerus hujan (bahkan kata orang, ada hujan es pula). Tapi yg bikin heboh, bukan sekedar meluap tapi tanggul pembatasnya jebol… menyebabkan air dengan volume nggak kurang dari 600 juta m^3 menerjang pemukiman warga disekitarnya (yg letaknya bervariasi, ada tinggi ada rendah tapi semuanya lebih rendah dari situ tsb.). dan apa yg terjadi? Naudzubillah. Tsunami kecil, menenggelamkan banyak perkampungan seketika.
Waduh.. berat banget cobaan itu. Kasian warga disana. Pastinya menderita. Dan ini bakalan jadi cerita g ga akan terlupakan sampai anak cucu. (ga usah sampai 7 turunan, ga bakal nyampe).
Jadi kenapa? Karena bencana ini bikin aku teringat sama cerita banjir zaman Nabi Nuh AS. Kan ceritanya banjir itu menerjang seluruh dunia, nggak ada yg lolos dari air azab Tuhan tsb. Tapi coba pikir sejenak, (tanpa bermaksud merendahkan kuasa Illahi sama sekali)pada zaman Nabi Nuh itu, berapa banyak sih manusia di muka bumi? Dan lagi, dimana aja penyebaran manusia zaman itu? Kan zaman Nabi Nuh (kalo aku nggak salah ingat) hanya berjarak 6 generasi dari Nabi Adam?
Nah, aku dulu pernah dengar penjelasan begini, penjelasan ilmiah tentang banjir Nabi Nuh. Pada waktu Nuh diangkat menjadi nabi, manusia di muka bumi sudah mencapai bilangan sangat banyak, bersuku2 dan berkelompok2, bahkan ada raja2. Nah tapi, dari bukti2 sejarah mereka semua itu hanya mendiami satu daerah yg sangat luas di utara semenanjung arab. Daerah yang sekarang merupakan perbatasan dari negara2 seperti Turki, Rumania, Rusia, Georgia, dll. Daerah yg sekarang tergenang air dan kita sebut sebagai Laut Hitam.
Jadi, dahulu (sangat sangat lama, namanya juga 6 generasi setelah Adam) umat manusia menetap di wilayah tsb, dengan Nuh menjadi nabi untuk menyeru mereka kembali kepada Allah SWT. Tempat mereka tinggal adalah sebuah cekungan, tepatnya sebuah lembah, yang dibatasi dari laut mediterania oleh sebuah perbukitan.
Pada waktu itu (diperkirakan pada akhir zaman es), laut hitam hanyalah sebuah perairan kecil yg diliputi daratan kering, seperti sebuah danau. Nah, dimana-mana, masyarakat purba lebih senang tinggal di tempat yang dekat air, termasuk umat Nabi Nuh.
Pada waktunya, “perbukitan” yang memisahkan laut hitam dan daratan di sekitarnya dari laut mediterania (yang sebenarnya menurut hipotesa hanyalah sebuah daratan es) pecah, meleleh, mencair dan menyatu dengan air lautan mediterania. Massa lautan tersebut mengalir, berpindah menuju daerah yg lebih rendah didekatnya.. wilayah perkampungan manusia. Dan laut tersebut tidak sekedar berpindah, tapi menurut perkiraan, volume air yang masuk sama dengan 200x lipat air terjun Niagara, dengan kecepatan 96 km/jam.
Apa kira2 yg terpikirkan oleh manusia purba tsb, melihat “laut” mengalir ke tempat mereka? air bah, banjir maha dahsyat, suatu hal yang tak mungkin mereka lupakan seumur hidup mereka, dan tentu saja akan diturunkan terus menerus kepada generasi-generasi setelahnya. Dimana hanya sedikit manusia yang patuh kepada Sang Nabi yang selamat dari “hukuman Tuhan” tersebut.
Nah, inilah yang bikin aku teringat banjir Nabi Nuh saat melihat bencana situ gintung. Pada prinsipnya, 2 kejadian itu sama, sama2 air yang berpindah kewilayah lebih rendah disekitarnya, karena batas dari air itu “jebol”. Sama2 menerjang pemukiman manusia. Sama2 dari Tuhan. hanya yang satu jauh lebih besar.. dan sama2 event skala besar yang tentu saja tak mudah dilupakan.
Masya Allah, Naudzubillah, Subhanallah… Ya Allah, lindungilah kami selalu. kami sadar hanya Engkau yg mampu membalikkan nasib dalam sekejab tangan.