Mowned

Mowned
My Gadget Timeline

Minggu, 10 November 2019

An inconvenient truth


Indonesia adalah Jakarta
Saya dulu setuju bahwa Indonesia bukan hanya Jakarta. Tapi hari ini berubah. Indonesia adalah Jakarta. Jakarta adalah Indonesia.
Dulu saya kira Jakarta hanyalah kota dengan 10 juta penduduk. Saya heran, dengan penduduk hanya 10 juta tapi ekonominya paling menonjol di Indonesia yang memiliki 240 juta penduduk.
Ternyata saya salah.
Sama seperti Solo yang kenyataannya adalah Surakarta. Solo hanya memiliki 500–600.000 penduduk. Namun dengan kabupaten disekitar (satelitnya) total penduduk ber KTP karesidenan Surakarta adalah 6.2 juta. Ada Sragen, Karanganyar, Sukoharjo, Wonogiri, Klaten, dan Boyolali. Selain Kota Surakarta.
Jakarta
Jakarta adalah Jabodetabek. Yaitu jakarta plus kota satelit. Mereka menjadi satu, tak terpisah. Secara ekonomi dan kekuatan mereka adalah satu.
Berapa penduduk Jabodetabek? 50 juta. Jakarta adalah penduduk dengan 50 juta penduduk. Bukan 10 juta. Karena kenyataannya Jakarta adalah Jabodetabek.
Bahkan, yang menggerakkan ekonomi Jakarta ada sekitar 25 juta Penduduk tambahan. Yaitu mereka yang sehari-hari hidup di Jakarta namun KTP nya bukan Jabodetabek.
Total ada 70–80 juta orang Indonesia yang sehari-hari berada, hidup dan bekerja di Jakarta.
Data ini semakin kuat jika anda tahu bahwa setahun 60 juta orang menggunakan Bandara Soekarno Hatta.
Solo saja hanya 3 juta penumpang setahun. Seperduapuluhnya.
Bisa jadi ada 100–120 juta orang yang kenyataannya hidup di Jakarta sehari-hari. Terbukti saat lebaran tiba, Jakarta sepi. Orang ber KTP selain Jabodetabek kembali ke tempat masing-masing.
Namun angka konservatifnya, adalah 75 juta.
Rasio
Penduduk Indonesia 250 juta. 75–100 juta alias 1/3 nya sehari-hari hidup di Jakarta.
Jelaslah ekonomi Indonesia adalah Jakarta. Politik Indonesia adalah Jakarta.
Indonesia adalah Jakarta.


Tulisan diatas adalah jawaban dr. Yudisthya Ksyatria SpOG di Halaman Quoranya.

Kenapa ini jadi entri baru?

Karena baru beberapa jam sebelumnya ada komentar terhadap "sepinya" publikasi TDS 2019 di Halaman Twitter saya.

Bisa dilihat, Tweet saya bukanlah subjektivitas personal, melainkan realita objektif, yang orang di pulau lain juga merasakannya.

Ini sudah jadi sebuah realisasi semenjak peristiwa pemadaman mendadak sebagian besar Jabodetabek dan sekitarnya beberapa bulan silam. Betapa apa yang sudah bertahun-tahun menjadi keseharian di pedalaman & kota-kota perifer, dianggap bencana nasional oleh mereka di ibukota.

Ya, suatu insiden lokal namun disuarakan seolah nasional. 

Tak perlu lagi malu maupun kesal. Terima saja realita.

Indonesia ~ Jakarta. That's it & that's all.

Tidak ada komentar: