Penghitungan suara di KPU masih jauh dari selesai. Tetapi trend hasil Pemilu sudah kita ketahui lewat quick count. Lima lembaga survei (LSI-Mujani, LSI_Denny, LP3ES, Puskaptis, dan LRI) menyajikan hasil quick count yang menunjukkan pasangan SBY – Boediono menang telak. Pasangan ini meraih sekitar 60 % suara, disusul pasangan Megapro (27 %) dan pasangan JK-W (13 %). Lihat saja detik.com.
Trend hasil quick count, kapan saja, tidak akan meleset jauh dari hasil perhitungan manual oleh lembaga yang berwenang. Para capres yang kalah dalam quick count dan pendukung mereka boleh saja menghibur diri dengan mengatakan ”hasil quick count ini belum final”, ”ini baru 1 % dari seluruh TPS”, ”kita masih menunggu hasil perhitungan suara KPU”, dsb. Itu hak mereka. Tapi, saya yakin, jauh didalam lubuk hati mereka pastilah terbersit rasa miris akan pahitnya sebuah kekalahan.
Secara pribadi, saya kaget dengan hasil ini, mengingat adanya kecenderungan menurunnya elektabilitas SBY-Boed dalam beberapa waktu terakhir. Memang, jika dilihat dari perkembangan hasil survei LSI, elektabilitas itu memperlihatkan trend menurun dari 70 % (Mei), 63 % (Juni) dan akhirnya sekitar 60 % (Juli pada hari-H). Tetapi, penurunan itu ternyata hanya tipis, sedang kenaikan elektabilitas pasangan lain tidak cukup signifikan. Apa boleh buat, inilah hasil pilihan rakyat.
Satu hal yang saya khawatirkan dari pilpres satu putaran ini adalah ketidaksiapan pihak yang kalah untuk menerima kekalahan. Saya khawatir mereka akan ’berkoalisi’ mencari kambing hitam, tentang DPT-lah, penggelembungan suara-lah, pemilih ganda-lah, dan entah-lah faktor lain yang bisa dijadikan kambing hitam, atau mungkin gajah hitam. Mungkin kekhawatiran saya berlebihan, tetapi saya berharap aparat keamanan (Polri/TNI) siap mengantisipasi kemungkinan terburuk. Dan, saya berharap, MK juga siap menghadapi gugatan hasil pilpres dari mereka yang tidak puas.
Apapun, keberatan terhadap hasil pilpres, saya berharap, pihak yang kalah menyalurkan keberatan dan protes melalui jalur konstitusional. Menggunakan cara-cara yang tidak konstitusional hanya akan merusak citra mereka sendiri sebagai pihak yang tidak siap menerima kekalahan.
Di sisi lain, media massa sangat berperan mempengaruhi panas dinginnya suhu politik. Tetapi, untuk sebuah kepentingan nasional, kita layak berharap agar media hendaknya menahan diri untuk tidak mem-blow up opini yang hanya akan menimbulkan ketidak-tenangan di masyarakat. Masyarakat sudah sangat cerdas untuk memilah dan memilih berita, dan mengetahui mana berita faktual dan mana yang fiksional.
Akhirnya, kemenangan SBY-Boed adalah kemenangan rakyat. Suka atau tidak suka terhadap hasil ini, sudah seharusnya kita menghormati suara rakyat.
Selamat untuk pemenang
Sabarlah untuk pecundang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar